Halaman

Senin, 29 Desember 2008

Ammonium chlorate

Ammonium chlorate, NH4ClO3 or ammonium cabonate, is obtained by neutralizing chloric acid with either ammonia, or by precipitating barium, strontium or calcium chlorates with ammonium carbonate or ammonium sulfate, producing the respective carbonate or sulfate precipitate and an ammonium chlorate solution. Ammonium chlorate crystallizes in small needles, readily soluble in water. On heating, ammonium chlorate decomposes at about 102 °C, with liberation of nitrogen, chlorine and oxygen. It is soluble in dilute aqueous alcohol, but insoluble in strong alcohol. This compound is a strong oxidizer and should never be stored with flammable materials. This salt can form when ammonium compounds, such as ammonium nitrate, and chlorates, such as pottasium chlotares, are combined (mechanically or in solution). Ammonium chlorate is a very unstable oxidizer and will decompose, sometimes violently, at room temperature. It will explode when exposed to sunlight for a few minutes. Even solutions are known to be unstable. Because of the dangerous nature of this salt it should only be kept in solution when needed, and never be allowed to crystallize.

Interaksi Antar Komponen

Interaksi antarkomponen ekologi dapatmerupakan interaksi antarorganisme,antarpopulasi, dan antarkomunitas.

A. Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.

Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.

b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.

c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.

contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang. Perhatikan Gambar 6.15

d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.

e. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.

B. Interaksi Antarpopulasi

Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut.

Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.

Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.

C. Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.

Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat. Lihat Gambar 6.16.

D. Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.

Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.

Sistem urin


Sistem urin adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dua otot sphincter, dan uretra.

Sistem rangka

Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang.

Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu.

Cardiovascular sytem


Cardiovascular system or circulation system is a system that used to move things from and into cell. This system also help to stabilizing body pH and temperature(part of homeostasis). There are three kind of circulation system:without circulation, open circulation system, and closed circulation system.

Sistem saraf


Sistem saraf pada hewan mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk dan juga menghentikan masukan dari indra, dan mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam sistem saraf adalah neutron dan saraf, yang memainkan peranan penting dalam koordinasi. Pada makhluk yang tidak memiliki otak, sistem saraf tidak menghasilkan atau menjalankan pikiran, gerakan dan emosi (lumpuh).

Sistem saraf pada manusia dibagi menjadi tiga, yaitu saraf otak, saraf sumsum tulang belakang, dan saraf tepi. Saraf otak dan saraf sumsum tulang belakang adalah saraf pusat. Pada saraf tepi, saraf menghubungkan antara saraf pusat dengan indera dan otot. Saraf otak ibarat chip dalam komputer. Sistem saraf sendiri merupakan cabang dari sistem koordinasi selain sistem hormon dan sistem otot.

Sistem Pernafasan

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup.

Sistem pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestin, adalah sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda.

Sistem Limfatik


Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Limfa berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.

Sistem Integumen

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa latin "integumentum", yang berarti "penutup".

Sistem Imunitas

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker

sistem endokrin



Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin

Cabang kedokteran yang mempelajari kelainan pada kelenjar endokrin disebut endokrinologi, suatu cabang ilmu kedokteran yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan penyakit dalam.

Selasa, 09 Desember 2008

Soal Biologi



Soal Biologi
100%
(3 out of 3 Questions Correct)
Fun quizzes, surveys & blog quizzes by Quibblo


Jumat, 05 Desember 2008

Domestikasi Ikan Pemalngi Sulawesi Telmatherina ladigesi melalui Habitat Buatan

Djamhuriyah S. Said, Triyanto, Sulaeman, Livia R Tanjung, Syahroma Husni,Supranoto

Abstrak Ikan hias merupakan komoditas ekspor, dan kebutuhan ikan hias asli Indonesia terus meningkat. Kebutuhan tersebut selama ini dipenuhi umumnya dari hasil tangkapan dari alam, yang dapat mengakibatkan kepunahan. Domestikasi merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut. Dalam proses domestikasi diperlukan pengetahuan kondisi lingkungan dari habitat dan karakteristik biologi ikan, yang merupakan acuan dalam menyiapkan media serta dalam proses budidaya dan pengembangan selanjutnya. Rekayasa habitat atau aplikasi habitat buatan adalah pendekatan ekologis dan biologis yang diterapkan dalam upaya domestikasi tersebut. Penelitian dilakukan terhadap ikan hias Pelangi Sulawesi (T. ladigesi), yang endemis di daerah Maros-Sulawesi Selatan. Pada tahap awal dilakukan pengkajian karakteristik ekologis dan biologis ikan. Tahap berikutnya adalah aplikasi habitat alami pada kondisi terkontrol, dan dilakukan pengkajian tingkat adaptasi ikan tersebut. Tahap akhir adalah optimasi domestikasi melalui beberapa perlakuan (fisik, kimiawi, biologis). Pada tahun I (2005) telah dilakukan pengamatan pada 10 sungai (habitat ikan tersebut) di Kab. Maros, Gowa, Bone, Sopeng, dan Pangkep. Hasil yang diperoleh adalah posisi geografis, data fisikokimia habitat, kondisi lingkungan dan biologis ikan. Terdapat kecenderungan penurunan populasi, bahkan di beberapa tempat tidak ditemukan lagi ikan tersebut. Kondisi Tingkat Kematangan gonad, rasio seks, sebaran ukuran bervariasi pada lokasi yang berbeda. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terlaksananya domestikasi dan pengembangan ikan T. ladigesi pada habitat buatan sehingga keberadaannya tetap lestari (kepunahan dapat dicegah) dan kebutuhannya terpenuhi.

Permasalahan Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup terdiri dari permasalahan lingkungan global dan sektoral. Contoh permasalahan lingkungan global adalah: pertumbuhan penduduk, penggunaan sumber daya alam yang tidak merata; perubahan cuaca global karena berbagai kasus pencemaran dan gaya hidup yang berlebihan; serta penurunan keanekaragaman hayati akibat perilaku manusia, yang kecepatannya meningkat luar biasa akhir-akhir ini. Contoh permasalahan lingkungan sektoral dibahas masalah lingkungan yang terjadi di Indonesia. Masalah tersebut terjadi pada berbagai ekosistem, seperti yang terjadi di kawasan pertanian, hutan, pesisir, laut, dan perkotaan.

Adapun usaha mengatasi permasalahan lingkungan dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang dibahas adalah cara ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, penegakan hukum, dan etika lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang menjadi sangat kompleks diperlukan berbagai upaya pendekatan sekaligus secara sinergis.

Pengantar Ilmu Lingkungan

Ilmu Lingkungan adalah suatu studi yang sistematis mengenai lingkungan hidup dan kedudukan manusia yang pantas di dalamnya. Perbedaan utama ilmu lingkungan dan ekologi adalah dengan adanya misi untuk mencari pengetahuan yang arif, tepat (valid), baru, dan menyeluruh tentang alam sekitar, dan dampak perlakuan manusia terhadap alam. Misi tersebut adalah untuk menimbulkan kesadaran, penghargaan, tanggung jawab, dan keberpihakan terhadap manusia dan lingkungan hidup secara menyeluruh. Timbulnya kesadaran lingkungan sudah dimulai sejak lama, contohnya Plato pada 4 abad Sebelum Masehi telah mengamati kerusakan alam akibat perilaku manusia. Pada zaman modern, terbitnya buku Silent Spring tahun 1962 mulai menggugah kesadaran umat manusia.

Di Indonesia tulisan tentang masalah lingkungan hidup mulai muncul pada 1960-an. Sejak itu Indonesia terus aktif mengikuti pertemuan puncak yang membicarakan tentang lingkungan hidup secara global, yaitu Konferensi Stockholm pada 1972; Earth Summit di Rio de Janiero tahun 1992; dan WSSD di Johannesburg, tahun 2002. Ilmu lingkungan meliputi hubungan interaksi yang sangat kompleks sehingga untuk memudahkan mempelajarinya dilakukan berbagai pendekatan, antara lain: homeostasis, energi, kapasitas, simbiosis, sistem, dan model.

Jaringan pada Tumbuhan

STRUKTUR TUMBUHAN

Seperti pada hewan, tubuh tumbuhan pun terdiri dari sel-sel. Sel-sel tersebut akan berkumpul membentuk jaringan, jaringan akan berkumpul membentuk organ dan seterusnya sampai membentuk satu tubuh tumbuhan. Di sini akan dibahas macam-macam jaringan dan organ yang membentuk tubuh tumbuhan.

Jaringan tumbuhan dapat dibagi 2 macam :

1. Jaringan meristem
2. Jaringan dewasa

JARINGAN MERISTEM

Jaringan meristem adalah jaringan yang terus menerus membelah.
Jaringan meristem dapat dibagi 2 macam

1. Jaringan Meristem Primer

Jaringan meristem yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pertumbuhan embrio.
Contoh: ujung batang, ujung akar.
Meristem yang terdapat di ujung batang dan ujung akar disebut meristem apikal.
Kegiatan jaringan meristem primer menimbulkan batang dan akar bertambang panjang.
Pertumbuhan jaringan meristem primer disebut pertumbuhan primer.

2. Jaringan Meristem Sekunder

Jaringan meristem sekunder adalah jaringan meristem yang berasal dari jaringan dewasa yaitu kambium dan kambium gabus. Pertumbuhan jaringan meristem sekunder disebut pertumbuhan sekunder. Kegiatan jaringan meristem menimbulkan pertambahan besar tubuh tumbuhan.

Domestikasi laut atau restoking?

Baru-baru ini telah dilaporkan bahwa stok ikan laut dunia telah menurun dengan cepat (Sargent dan Tacon, 1999). Penurunan stok ikan laut ini diperkirakan sebagai akibat dari kegagalan pengelolaan perikanan laut dalam beberapa dekade terakhir di hampir seluruh belahan dunia. Dan hal ini menyebabkan penangkapan ikan di laut tidak akan bertahan lebih lama lagi dan mungkin tidak ada lagi yang tersisa untuk bisa dikelola (Pauly et al., 2002). Kondisi perikanan Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi perikanan dunia secara umum. Sistem penentuan stok sumberdaya ikan yang kurang akurat (Wiyono, 2005) dan lemahnya penegakan hukum di laut, telah menyebabkan kegiatan penangkapan ikan di Indonesia mencapai overfishing di berbagai wilayah perair-an. Beratnya beban laut Indonesia untuk menyediakan stok ikan semakin diperparah dengan tingginya kejadian illegal fishing. Bila kenyataanya stok ikan di Indonesia juga seperti halnya kondisi stok ikan dunia, maka apa yang seharusnya kita lakukan untuk memulihkan kondisi stok atau memenuhi kebutuhan kita?

Sejak berakhirnya jaman es, dan dimulainya revolusi industri, manusia telah mempengaruhi evolusi organisme darat maupun laut, dan telah menyebabkan hilangnya beberapa jenis hewan liar (Diamond, 2002). Manusia telah menggu-nakan pendekatan land-based ekosistem untuk memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini, di satu sisi telah menghasilkan keuntungan tetapi di sisi yang lain meng-haruskan membayar cost yang yang tidak murah, misalnya banyaknya penyakit yang menyerang hewan peliharaan. Hal yang mirip juga telah terjadi di lautan, meskipun prosesnya lebih lambat karena luasnya laut dan ketidakramahan laut. Sejauh ini, perubahan di laut juga menggambarkan apa yang telah terjadi di darat seperti perusakan habitat, perubahan utama dalam komunitas tumbuhan dan hewan, dan hilangnya spesies hewan ukuran besar.

Penangkapan yang secara prinsip adalah pengejaran ikan di laut, merupakan penyebab langsung atau tidak langsung perubahan-perubahan yang telah terjadi di laut, mulai dari hilangnya mamalia laut ukuran besar hingga kerusakan habitat. Penangkapan yang tiada henti-hentinya dan peningkatan kemampuan tangkap, telah mengurangi populasi ikan dunia dengan cepat. Penangkapan spesies laut ukuran besar, seperti ikan pedang (swordfish) dan tuna, telah menurunkan 80% populasi selama 20 tahun terakhir (Myers dan Worm, 2003). Ikan cod yang secara historis merupakan spesies utama sudah menjadi sulit ditemukan di daerah Atlantik Utara. Di banyak daerah, trawl-dasar (bottom trawl) telah menyapu dasar lautan. Semua ini hanyalah sedikit contoh dari bukti pengejaran yang panjang dan menyedihkan di lautan. Bila sejarah dijadikan sebagai sebuah petunjuk, meskipun sistem manajemen penangkapan berbasis ekosistem atau dengan istilah ecosystem-based fishery management, (Pikitch, 2004) diterapkan sekalipun, maka kemampuan laut untuk menyuplai ikan yang dapat kita tangkap akan segera mencapai batas maksimumnya.
Memburuknya perikanan tangkap dunia dan kerusakan habitat laut membantu menjelaskan mengapa domestikasi laut merupakan kegiatan yang tidak dapat dielakkan. Tetapi, kita perlu berhati-hati mempertimbangkan bagaimana domestikasi ini dilakukan untuk menghindari lubang-lubang perangkap yang bisa merusak lingkungan (Pauly et al., 2002; Naylor et al., 2000).

Domestikasi ikan atau akuakultur secara keseluruhan telah berperan dalam pening-katan produksi ikan dunia yang terjadi dalam 18 tahun terakhir ini (Naylor et al., 2000). Peningkatan produksi ikan ini diperoleh dengan melakukan domestikasi di darat. Akan tetapi, hal ini kelihatannya sudah tidak bisa ditingkatkan lagi, karena transformasi di darat hanya menghasilkan sedikit perubahan. Oleh karena itu, saat ini mungkin sudah waktunya untuk melakukan domestikasi di laut. Domestikasi laut ini mungkin sudah menjadi keharusan dan sesegera mungkin untuk dilakukan, mengingat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Namun demikian, kita juga harus mampu menjawab bagaimana domestikasi diterapkan, sehingga pengelolaannya tetap memperhatikan kesehatan lingkungan dan kesinambungannya.

Untuk mengantisipasi penurunan produksi ikan di Amerika Serikat, baru-baru ini, badan nasional Amerika Serikat yang menangani laut dan atmosfir mengusulkan peraturan untuk memperluas usaha budidaya hingga 200 mil dari pantai dan menambah jumlah spesies ikan yang dibudidayakan (Marra, 2005). Berita ini sangat mengagetkan dan menimbulkan bermacam-macam reaksi (Dalton, 2005). Tetapi, mereka juga yakin bahwa cara ini merupakan sesuatu yang tak terelakkan lagi. Sementara itu, di Negara kita, Departemen Kelautan dan Perikanan membuat kebijakan pengembangan spesies budidaya unggulan seperti ikan nila untuk budidaya air tawar, dan udang windu, kerapu dan rumput laut untuk budidaya laut. Pemilihan jenis organisme ini dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan perhatian dalam pengem-bangan budidaya ikan yang memiliki nilai strategis, baik secara nasional maupun internasional.

Akuakultur dan Problematikanya

Ambruknya perikanan laut diduga akan terjadi bersamaan dengan meningkatnya permintaan pangan dunia, khususnya protein hewani. Sehingga produksi pangan dunia harus dilipat-gandakan 50 tahun ke depan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dunia (Tilman et al., 2002), dan laut dunia harus lebih berperan sebagai sumber pangan.

Untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan dan produksi protein hewani, maka kegiatan akuakultur perlu lebih ditingkatkan. Amerika Serikat misalnya, dalam 20 tahun terakhir telah meningkatkan sekitar 10% per tahun produksi budidayanya, yang meliputi budidaya ikan laut dan kerang-kerangan di pinggir pantai. Sejauh ini, di Indonesia sebagian besar perluasan akuakultur dilakukan pada ikan air tawar, seperti nila, ikan mas dan ikan lele-lelean di kolam atau keramba jaring apung. ?@Sedangkan pada budidaya laut adalah masih didominasi oleh udang windu. Jenis organisme budidaya laut yang dikembangkan juga baru-baru ini adalah udang jenis vannamei dan ikan kerapu. Khusus untuk ikan kerapu, masih diperlukan pengembangan teknologi budidayanya untuk mencapai hasil yang memuaskan, baik dari segi teknologi produksi benih, maupun sistem pembesarannya.

Seperti pemeliharaan hewan darat, pemeliharaan ikan dapat merugikan lingkungan dan ekosistem pantai dengan berbagai cara (Pauly et al., 2002). Pertama, budidaya laut dapat mencemari dari segi estetika, kimiawi, dan secara genetika. Sistem budidaya laut di pantai merusak pemandangan di laut dan mempengaruhi nilai pro-pertinya. Bahan kimia yang ditambahkan dalam pakan ikan, seperti bahan pewarna, menjadi ditemukan di dasar laut, dari kemudian masuk ke dalam rantai makanan di hewan bentik. Dan untuk polusi genetika, lepasnya ikan peliharaan dari wadahnya dan menginfeksi gen-pool stok ikan liar atau mengganti spesies endemik, bisa menjadi sumber masalah. Kedua, padatnya wadah budidaya atau tambak dapat dengan mudah melipatkan gandakan penyakit dan menyebarkannya dengan cepat dibandingkan dengan yang alami. Ketiga, marikultur ikan karnivora memberikan tekanan tambahan yang besar kepada stok alam yang digunakan untuk pakan (Naylor et al., 2000), menjadi memperburuk/mempercepat penurunan stok populasi ikan alam.

Sampai saat ini, kebutuhan ikan pelagik ukuran kecil, seperti anchovy atau sardine, untuk ikan komersil budidaya (sebagai contoh ikan salmon), adalah melebihi produksi ikan komersil itu sendiri dalam arti biomassa. Hal ini tidak dapat disangkal akan mendatangkan masalah yang serius, misal menambah penyakit-penyakit lingkungan yang datang dari darat ke tempat usaha pemeliharaan. Tetapi bila kita setuju bahwa domestikasi laut baru dimulai, kita dapat merancang agenda penelitian untuk mengurangi masalah dan mempertahankan kelangsungannya, baik secara ekologis maupun ekonomis.

Domestikasi Laut Membutuhkan Dukungan Kolektif

Penelitian untuk industri marikultur diperlukan mulai dari penelitian dasar hingga aplikasinya. Juga dibutuhkan pemilihan spesies yang dapat diadaptasikan di wadah budidaya dan dapat didomestikasi sepanjang siklus hidup-nya. Sistem pengelolaan kesehatan ikan dan makanannya. Pencarian alternatif pengganti ikan pelagik kecil yang saat ini digunakan untuk ikan budidaya, misal hasil tangkapan sampingan. Dengan mempertimbangkan dina-mika laut dan kondisi gelombang permukaan, menentukan dimana seharusnya marikultur dilakukan. Juga, perlu diteliti bagaimana seharusnya konstruksi wadah dan sistem pengelolaannya. Semua hal di atas akan mengarahkan kita kepada aspek peraturan dan hukum. Salah satu jalan pemecahan untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan marikultur pantai adalah memindahkan kegiatan dari pantai ke daerah perairan lebih luar dan di laut lepas. Secara umum, sistem lepas pantai menyebabkan lebih sedikit polusi pantai, tetapi akan meningkatkan biaya secara dramastis.

Contoh Domestikasi Laut

Meskipun domestikasi laut akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi dari pilot proyek yang dirancang di Amerika mengilustrasikan sebagai suatu solusi yang potensial. Sebagai contoh, pemeliharaan ikan dalam pens raksasa di pantai (volume air sekitar 100.000 m3) adalah dirancang untuk tahan hempasan dan bebas di laut. Prototipe dalam bentuk dua cones sandwitch di dasarnya adalah sedang diujicoba di beberapa tempat di daerah pantai, sementara yang lainnya ditancapkan di dasar laut.

Suatu proyek telah dicoba dengan memelihara ikan ukuran burayak (fingerling) menggunakan sistem pens di Florida. Pens ini dibawa menyeberangi Teluk Gulf Stream dan kemudian arus Atlantic Utara akan membawa pens tersebut menyeberangi Atlantik, dan mendapatkan makan sepanjang perjalanan. Dengan dirancang untuk tetap kokoh di bawah permukaan air, gangguan pelayaran terhadap pens menjadi sedikit. Pens akan tiba di Eropa beberapa bulan kemudian, dan ikan akan tumbuh hingga mencapai ukuran pasar. Setelah pemanenan, pens dapat diisi kembali dengan ikan ukuran burayak dalam perjalanan pulang. Tetapi sistem seperti ini memiliki tantangan pengelolaan yang tinggi: pemberian pakan, mempertahankan kedalaman ideal dan komunikasi lewat satelit harus dilakukan secara otomatis, selama beberapa bulan pada waktu tertentu.

Pengembangan lainnya adalah penggembalaan (herding) ikan tuna di laut. Banyak spesies ikan tuna adalah tertarik kepada sesuatu yang berbeda dengan kondisi di sekeliling-nya. Nelayan dapat mengambil keuntungan dari tingkah laku ini dengan menggunakan suatu alat pengumpul ikan (fish aggregating device, FAD). Secara sederhana ini dapat berupa batang kayu terapung, atau sistem pelampung yang lebih kompleks, atau membuat gangguan berupa keributan secara perlahan di permukaan air laut. Perahu nelayan yang memancarkan cahaya juga akan bisa menjadi sebuah daya tarik, dan oleh karena itu dapat menarik tuna untuk mengikuti. Tuna yang tertarik ke FAD dapat diberi pakan, dipertahankan, dan sebagian mungkin dapat ditangkap. Meskipun penggunaannya kontro-versial, FAD dapat meningkatkan hasil. Tuna tidak akan didomestikasi seperti sapi, tetapi apa yang dilakukan di laut masih analog dengan penggembalaan di daratan. Hal ini adalah dua contoh bagaimana meningkatkan produksi ikan laut tanpa merusak ekosistem laut lebih parah lagi melalui penangkapan, dan memecahkan masalah yang disebabkan oleh marikultur di daerah pantai.

Konsekuensi Domestikasi Laut

Beberapa konsekuensi domestikasi laut, yaitu: pertama, nelayan mungkin akan hilang secara besar-besaran; jumlah ikan yang akan diambil diatur; dan jenis ikan yang kita makan tidak banyak bervariasi. Kita harus bisa menerima ikan laut hasil budidaya, dan harus menerima kenyataan bahwa kita tidak begitu bebas di laut.

Secara internasional, domestikasi akan memerlukan perubahan tujuan dari status quo. Saat ini, pemerintah dan nelayan menjadi penyebab over-eksplotasi stok ikan dan over-kapitalisasi industri penangkapan. Bila domestikasi laut menjadi pilihan, negara maritim harus melakukan negosiasi persetujuan tentang penggunaan laut secara bersama. Juga, pemerintah harus berperan membantu perkembangan penelitian untuk menemukan cara kultivasi ikan di laut terbuka, dan budidaya ikan laut dekat pantai yang lebih ramah lingkungan. Tujuan utamanya diarah-kan untuk menjaga laut sebagai sumber pangan yang lestari, baik secara ekonomi maupun ekologis. Seperti pada daratan, kelangsungan suplai pangan dari laut untuk penduduk dunia merupakan tujuan dari domestikasi laut.

Domestikasi Tidak Mengganti Penangkapan Bila Stok Ikan Dipulihkan

Kita telah mengetahui bahwa marikultur bisa menjadi kontributor utama untuk produksi pangan dunia dan sebagai sebuah solusi dari overfishing. Dengan kata lain bahwa perikanan dunia mungkin seharusnya diganti dengan domestikasi ikan di laut dalam skala besar. Kita tahu bahwa akuakultur semakin memegang peranan penting dalam suplai ikan dunia. Tetapi, pemisahan secara hati-hati harus dilakukan antara budidaya ikan air tawar, molluska dan tanaman dengan karakteristik teknologinya yang low-technology dan pengaruhnya rendah (low-impact), dan lebih banyak diarahkan untuk membantu pangan di negara-negara berkembang. Sementara budidaya ikan laut menggunakan teknologi tinggi dengan ikan target berupa ikan karnivora dan lebih banyak diperuntukkan bagi supermarket. Dengan demikian, sepertinya keluarga dengan pendapatan rendah tidak akan merasakan enaknya ikan tuna, salmon atau cod. Juga, suplai protein untuk masyarakat dengan pendapatan rendah akan hilang karena sebagian besar ikan-ikan kecil dialihkan untuk menjadi pakan ikan marikultur. Budidaya ikan karnivora juga menghasilkan ketidakefisienan konversi energi antar level tropik (tropic level). Karena itu, usaha tuna tidak bisa disetarakan seperti memelihara sapi, tetapi lebih mirip mengurung serigala yang diberi makan tikus dan rubah liar.

Salah satu alternatif pemecahan masalah sehubungan dengan pengembangan budidaya ikan tuna atau ikan laut secara umum dapat dibaca dalam artikel Memproduksi ikan dengan "ikan" bisa dihilangkan? dalam INOVASI (Alimuddin, 2005) dan dalam artikel di BeritaIptek, Teknik baru menyelamatkan ikan langka (Alimuddin, 2005a).

Ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan penduduk dunia adalah tidak berlimpah. Dengan demikian, sudah seharusnya usaha lain difokuskan untuk mengembalikan populasi ikan alami yang turun drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan pre-kondisi seperti keinginan politik untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut secara bersama.

Study Kuantitatif

Hal-hal mengenai study kuantitatif dapat dilihat pada slide di bawah.


Studi_Kuantitatif

DONGENG PARA EVOLUSIONIS


Dengan berdalih sebagai sesuatu yang ilmiah, evolusionis sering mengatakan bahwa ?dinosaurus kecil memperoleh sayap dan kemudian menjadi burung.? Akan tetapi, penjelasan mereka tentang bagaimana perubahan ini terjadi hanyalah sebatas dongeng belaka. Seperti yang digambarkan oleh evolusionis ini, mereka mengatakan bahwa dinosaurus yang mengepakkan kaki depannya untuk berburu serangga secara perlahan dan bertahap ?berubah menjadi bentuk sayap.? Sebagai sebuah khayalan, skenario ini memunculkan satu pertanyaan menarik: Lalu, bagaimanakah serangga, yang selain sudah dapat terbang juga memperlihatkan kehebatan aerodinamis dengan mengepakkan sayapnya 500 kali per detik secara serempak, dapat memperoleh sayap?

Beberapa waktu lalu media massa dunia memuat penemuan baru-baru ini tentang sekumpulan fosil di Cina sebagai bukti yang mendukung teori evolusi. Beijing?s Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology mengeluarkan pernyataan bahwa satu dari keenam fosil dalam kelompok tersebut adalah milik seekor ?Dino-Bird (burung-dino) bersayap empat? (burung-dino adalah nama makhluk rekaan berbentuk separuh burung separuh dinosaurus, yang diduga sebagai nenek moyang burung). Lembaga ini juga menyatakan bahwa makhluk punah ini dapat terbang, atau setidaknya, bergelantungan di pepohonan. Media masa pendukung Darwinisme sekali lagi melakukan propagandanya habis-habisan meskipun teori ini sama sekali dan telah berulang kali dibuktikan keliru.

Nyatanya, sama sekali tidak terdapat bukti yang mendukung propaganda mereka. Sebab, tidak ada ?burung-dino bersayap empat? (makhluk separuh burung separuh dinosaurus) atau data ilmiah apa pun yang mendukung teori evolusi burung dari dinosaurus.

Fosil baru: 20 juta tahun lebih muda dari Archaeopteryx

Archaeopteryx adalah seekor burung yang hidup sekitar 150 juta tahun lalu. Archaeopteryx sangatlah penting karena termasuk burung tertua yang hingga kini pernah ditemukan. Tak seorang ilmuwan pun pernah menemukan fosil burung yang berusia lebih tua dari Archaeopteryx . (Meskipun sebagian kalangan telah mengklaim bahwa fosil Protoavis berusia 225 juta tahun adalah ?burung tertua?, namun tesis ini tidak diterima secara luas.)

Selain itu, Archaeopteryx tergolong seekor burung sejati, dengan semua ciri burung yang dimilikinya. Bulu-bulunya yang asimetris sama dengan burung masa kini, termasuk bentuk sayapnya yang sempurna, rangka yang ringan dan berongga, tulang dada yang menyangga otot terbang, serta banyak ciri lainnya yang meyakinkan para ilmuwan bahwa Archaeopteryx adalah seekor burung sejati yang mampu terbang sempurna.

Beberapa ciri yang didapat: (1). BULU YANG ASIMETRIS: Bulu dari semua burung modern adalah asimetris. Bentuk ini memberikan fungsi aerodinamis bagi burung. Fakta bahwa bulu Archaeopteryx juga asimetris telah menggugurkan pendapat evolusionis bahwa burung ini tidak dapat terbang. (2). FOSIL CONFUCIUSORNIS DAN GAMBAR BURUNGNYA KETIKA MASIH HIDUP: Confuciusornis, yang fosilnya terlihat di sini, hidup dalam periode geologis yang sama dengan Archaeopteryx. Berbeda dengan Archaeopteryx, paruh burung ini tidak bergigi. Penemuan ini mengungkapkan bahwa Archaeopteryx bukanlah "burung primitif", melainkan spesies burung yang sebenarnya. (3). CAKAR HOATZIN:
Sejumlah spesies burung yang hidup sekarang memiliki ciri fisik yang serupa dengan Archaeopteryx. Sebagai contoh, burung hoatzin juga memiliki struktur mirip cakar pada sayapnya?

Akan tetapi, dua ciri Archaeopteryx yang sangat membedakannya dari burung modern adalah sayapnya yang memiliki cakar, dan gigi pada paruhnya. Karena dua ciri inilah sejak abad ke-19 para evolusionis berupaya menampilkan burung ini sebagai ?semi reptilia?. Namun ciri-ciri ini sesungguhnya bukanlah bukti yang menunjukkan kaitan antara Archaeopteryx dan reptilia. Penelitian menunjukkan bahwa Hoatzin, spesies burung yang hingga kini masih hidup, juga memiliki cakar pada sayapnya ketika masih muda. Archaeopteryx bukan pula satu-satunya ?burung bergigi?, sebab spesies burung lainnya di masa lalu yang ada dalam catatan fosil juga memiliki gigi, misalnya, Liaoningornis berusia 130 juta tahun juga memiliki gigi pada paruhnya (?Old Bird,? Discover magazine, March 21, 1997).

Jadi, penjelasan para evolusionis bahwa Archaeopteryx adalah sejenis ?burung primitif? sungguh keliru, dan para ilmuwan telah menerima bahwa makhluk ini terlihat sangat menyerupai burung masa kini. Profesor ahli burung terkemuka di dunia asal Kansas University, Alan Feduccia, menyatakan, ?Kebanyakan mereka yang baru-baru ini mempelajari sifat-sifat anatomis Archaeopteryx, mendapati makhluk tersebut lebih banyak menyerupai burung daripada yang pernah mereka sangka sebelumnya,...?. Propaganda para pendukung Darwinisme telah keliru, dan Feduccia dalam bukunya The Origin and Evolution of Birds (Yale University Press, 1999, hlm. 81) juga telah menyatakan bahwa, hingga baru-baru ini, ?kemiripan Archaeopteryx dengan dinosaurus theropoda terlalu dibesar-besarkan.?

Singkatnya, Archaeopteryx adalah burung tertua yang memiliki ciri-ciri yang sama seperti pada burung-burung modern, termasuk dalam hal kemampuan terbangnya. Selain itu, Archaeopteryx berusia sekitar 150 juta tahun.

Permasalahan seputar usia fosil

Archaeopteryx memperlihatkan satu fakta kunci: Burung telah ada sejak 150 juta tahun lalu. Mereka telah mampu terbang. Jika para evolusionis ingin mengemukakan sejumlah ?nenek moyang burung,? maka makhluk-makhluk ini haruslah telah hidup sebelum 150 juta tahun lalu.

Satu fakta ini saja sudah cukup untuk menunjukkan bahwa pernyataan tentang ?burung-dino bersayap empat? yang disebarluaskan ke seluruh dunia sangat tidak berdasar dan tidak benar. Sebab, fosil yang diketemukan di Cina dan dinamakan Microraptor gui ini ? yang oleh para evolusionis dicoba-tampilkan sebagai ?nenek moyang burung-burung primitif? ? hanyalah berusia 130 juta tahun, dengan kata lain 20 juta tahun lebih muda dari burung yang diketahui paling tua. Jelas, sama sekali tidak masuk akal untuk menampilkan seekor burung ?sebagai nenek moyang burung-burung primitif? ketika terdapat sejumlah burung yang telah terbang 20 juta tahun sebelum makhluk ini ada.

Microraptor gui

Jadi, apakah makhluk yang dinamakan ?Dinosaurus bersayap empat?(Microraptor gui) ini?

Sama halnya, semua fosil ?burung-dino? yang dikemukakan sejak awal tahun 1990-an semuanya diragukan keabsahannya. Salah satu dari ?dinosaurus berbulu? tersebut, yakni Archaeoraptor, adalah fosil yang dipalsukan. Pengkajian mendalam pada fosil-fosil burung-dino lainnya menunjukkan bahwa ?bulu-bulu? mereka ternyata serat-serat yang mengandung kolagen di bawah kulit, demikian dinyatakan dalam majalah Science edisi 14 November 1997. Dalam perkataan Profesor Feduccia, ?Banyak dinosaurus telah ditampilkan sebagai makhluk yang tertutupi bulu-bulu yang berpola aerodinamis tanpa disertai bukti apa pun yang mendukungnya.? Dalam bukunya yang terbit tahun 1999, ia menulis, ?Pada akhirnya, tak ada dinosaurus berbulu yang pernah ditemukan, meskipun banyak bangkai dinosaurus dengan kulit yang terawetkan dengan baik telah ditemukan di berbagai tempat.?

Begitulah, ketika mencari jawaban sesungguhnya tentang apa itu Microraptor gui, kita harus senantiasa ingat akan sikap para evolusionis yang penuh prasangka dan suka mereka-reka. Makhluk ini mungkin saja memiliki struktur anatomi yang sangat berbeda dengan gambar-gambar ?rekonstruksi? yang muncul di media masa.

Hal ini juga telah ditengarai oleh Profesor Alan Feduccia. Dalam sebuah korespondensi baru-baru ini, ia menulis:

?Saya belum yakin bahwa makhluk tersebut bersayap empat; mungkin saja yang nampak oleh kita adalah bulu-bulu burung yang sebenarnya tidak pernah ada, dan ini sungguh sulit untuk ditafsirkan. Ciri-ciri yang menghubungkan hewan ini dengan dromaeosaurus juga sangat meragukan. Yang pasti, ekornya sangat berbeda dengan dromaeosaurus yang pernah diketahui, dan cakarnya tidak berbentuk melengkung, tapi hanya sedikit besar. Juga, bagian pubisnya lebih menyerupai burung. Mungkin kita tidak sedang menyaksikan dromaeosaurus yang dapat terbang, akan tetapi sisa-sisa dari unggas di masa awal? sekitar 20-30 juta tahun jauh sebelum Archaeopteryx.?

Dan bahkan jika penafsiran tentang Microraptor gui terbukti benar, teori evolusi takkan mendapat pengukuhan apa pun dari hal ini. Sepanjang sejarah, puluhan juta spesies telah hidup dalam rentang spektrum biologis yang sangat lebar, dan banyak dari spesies ini telah punah seiring perjalanan masa. Sebagaimana mamalia terbang yang ada saat ini, seperti kelelawar, di zaman dahulu pun terdapat reptil-reptil bersayap (pterosaurus). Banyak beragam kelompok reptil laut (misalnya ichthyosaurus) hidup di masa lalu dan kemudian punah. Namun yang sungguh mengejutkan tentang spektrum yang lebar ini adalah hewan-hewan dengan ciri dan struktur anatomis berbeda muncul seketika dan dalam bentuk mereka yang telah lengkap sempurna, dan bukan sebagai turunan dari bentuk-bentuk nenek moyang yang lebih primitif. Misalnya, kita saksikan seluruh struktur kompleks burung muncul menjadi ada secara tiba-tiba pada Archaeopteryx. Tidak terdapat ?burung-burung primitif? bersayap. Tidak ada ?penerbangan primitif.? Keyakinan tentang adanya paru-paru burung primitif juga sungguh tidak mungkin, sebab paru-paru unggas ? yang sangat berbeda secara struktural dari paru-paru reptilia dan mamalia ? memiliki struktur rumit yang tak tersederhanakan.

Singkatnya, catatan fosil terus saja memperlihatkan kesimpulan bahwa seluruh makhluk hidup muncul di bumi melalui penciptaan, dan bukan evolusi akibat pengaruh alamiah. Pernyataan terakhir tentang burung-dino ini takkan mampu merubah fakta yang ada.

Prinsip ekologi

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Faktor Biotik

Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.

Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut.

A. Individu
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi. Perhatikan Gambar 6.4.

Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.

1. Adaptasi morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi, antara lain sebagai berikut.
a. Gigi-gigi khusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya. Lihat Gambar 6.5.

b. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap. Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya. Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga. Lihat Gambar 6.6.

c. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya. Perhatikan Gambar 6.7

d. Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.

e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas. (LihatGambar 6.9).

2. Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya. Contohnya adalah sebagai berikut.

a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.

b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita. (LihatGambar 6.1 0).

c. Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya. Lihat Gambar 6.11.

3. Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya sebagai berikut :

a. Pura-pura tidur atau mati
Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.

b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut. Perhatikan Gambar 6.12.

B. Populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa dikelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.

Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi. Misalnya, tahun 1980 populasi Pinus di Tawangmangu ada 700 batang. Kemudian pada tahun 1990 dihitung lagi ada 500 batang pohon Pinus. Dari fakta tersebut kita lihat bahwa selama 10 tahun terjadi pengurangan pohon pinus sebanyak 200 batang pohon. Untuk mengetahui kecepatan perubahan maka kita membagi jumlah batang pohon yangberkurang dengan lamanya waktu perubahan terjadi :

700 - 500 = 200batang
1990-1980
10 tahun

= 20 batang/tahun

Dari rumus hitungan di atas kita dapatkan kesimpulan bahwa rata-rata berkurangnya pohon tiap tahun adalah 20 batang. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik iniantara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas danmortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.

Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalahperpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.

Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.

C. Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.

Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.

D. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).

Faktor Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.

a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.

b. Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.

c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.

d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.

e. Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.

f. Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.

g. Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.

Biokimia

Biokimia merupakan salah satu cabang daripada bidang biologi, iaitu kajian mengenai kehidupan benda hidup yaitu mengenai hewan dan tumbuhan.

Biokimia merujuk kepada pengkajian mengenai bahan kimia yang dihasilkan oleh benda hidup, kesannya, kegunaannya, dan cara memanfaatkan bahan aktif tersebut bagi meningkatkan taraf hidup manusia.

Semua spesies mempunyai campuran dari sifat-sifat nenek moyangnya. Jenis dan jumlah sifat yang sama merupakan petunjuk jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Hal semacam ini juga terjadi pada pewarisan sifat biokimia. Perlu diingat kembali bahwa DNA pada tiap spesies mengandung intruksi untuk sintesis RNA dan protein yang penting untuk menghasilkan individu baru. perbandingan DNA, RNA, atau protein pada spesies yang berbeda merupakan cara lain untuk mengevaluasi hubungan evolusi di antara spesies.

Perbandingan asam nukleat. Biasanya perubahan struktural protein diakibatkan oleh mutasi gen, yaitu perubahan urutan nukleotida DNA dan RNA. Beberapa perubahan yang unik pada urutan nukleotida dapat terakumulasi pada tiap-tipa garis keturunan. Urutan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antarspesies dapat diketahui dengan membandingkan urutan nukleotida (DNA dan RNA) maupun protein antara kedua spesies yang ingin diketahui hubungan kekerabatannya. semakin mirip urutan-urutannya, semakin dekat pula kekerabatan di antaranya.

Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme.

Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein. Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal.

Mamalia

Binatang menyusui atau mamalia adalah kelas hewan vertebrata yang terutama dicirikan oleh adanya kelenjar susu, yang pada betina menghasilkan susu sebagai sumber makanan anaknya; adanya rambut; dan tubuh yang endoterm atau "berdarah panas". Otak mengatur sistem peredaran darah, termasuk jantung yang beruang empat. Mamalia terdiri lebih dari 5000 genus, yang tersebar dalam 425 keluarga dan hingga 46 ordo, meskipun hal ini tergantung klasifikasi ilmiah yang dipakai.

Secar filogenetik, yang disebut Mamalia adalah semua turunan dari nenek moyang monotremata (seperti ekidna) dan mamalia therian (berplasenta dan berkantung atau marsupial).

Karakteristik

Sebagian besar mamalia melahirkan keturunannya, tapi ada beberapa mamalia yang tergolong ke dalam monotremata yang bertelur. Kelahiran juga terjadi pada banyak spesies non-mamalia, seperti pada ikan guppy dan hiu martil; karenanya melahirkan bukan dianggap sebagai ciri khusus mamalia. Demikian juga dengan sifat endotermik yang juga dimiliki oleh burung.

Monotremata tidak memilki puting susu, namun tetap memiliki kelenjar susu. Artinya, monotremata memenuhi syarat untuk masuk ke dalam kelas Mamalia. Perlu diketahui bahwa taksonomi yang sering digunakan belakangan ini sering menekankan pada kesamaan nenek moyang; diagnosa karakteristik sangat berguna dalam identifikasi asal usul suatu makhluk, tapi misal ada salah satu anggota Cetacea ternyata tidak memiliki karakteristik mamalia (misal, berambut) ia akan tetap dianggap sebagai mamalia karena nenek moyangnya sama dengan mamalia lainnya.

Mamalia memiiki tiga tulang pendengaran dalam setiap telinga dan satu tulang (dentari) di setiap sisi rahang bawah. Vertebrata lain yang memiliki telinga hanya memiliki satu tulang pendengaran (yaitu, stapes) dalam setiap telinga dan paling tidak tiga tulang lain di setiap sisi rahang.

Mamalia memliki integumen yang terdiri dari tiga lapisan: paling luar adalah epidermis, yang tengah adalah dermis, dan paling dalam adalah hipodermis. Epidermis biasanya terdiri atas tiga puluh lapis sel yang berfungsi menjadi lapisan tahan air. Sel-sel terluar dari lapisan epidermis ini sering terkelupas; epidermis bagian paling dalam sering membelah dan sel anakannya terdorong ke atas (ke arah luar). Bagian tengah, dermis, memiliki ketebalan lima belas hingga empat puluh kali dibanding epidermis. Dermis terdiri dari berbagai komponen seperti pembuluh darah dan kelenjar. Hipodermis tersusun atas jaringan adiposa dan berfungsi untuk menyimpan lemak, penahan benturan, dan insulasi. Ketebalan lapisan ini bervariasi pada setiap spesies.

Adaptasi

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungannya mampu untuk:

  • memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan).
  • mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.
  • mempertahankan hidup dari musuh alaminya.
  • bereproduksi.
  • merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya.

Organisme yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau kelangkaan jenis.

Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu:

  • Adaptasi Morfologi
adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi Morfologi dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh: paruh dan kaki burung berbeda sesuai makanannya.
  • Adaptasi Fisiologi
adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh. Adaptasi ini bisa berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme. Contoh: dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
  • Adaptasi Tingkah Laku
adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku. Misalnya: ikan paus yang sesekali menyembul ke permukaan untuk mengambil udara.